Pernah dengar legenda ‘Lutung Kasarung’? Ya…cerita tentang pangeran yang menjelma menjadi monyet (lutung). Tulisan ini tidak akan mengulas cerita rakyat Pasundan tersebut, tetapi mengangkat keberadaan jenis primata di Nusantara, salah satunya di Taman Nasional Gunung Merbabu.
ProFauna Indonesia (2012) menyebutkan bahwa di dunia terdapat sekitar 200 jenis primata (bangsa kera dan monyet) dan 40 jenis atau hampir 25 % diantaranya hidup di Indonesia. Sayangnya meskipun kaya akan jenis primata, 70% primata Indonesia tersebut terancam punah akibat berkurang atau rusaknya habitat primata dan penangkapan illegal untuk diperdagangkan. Sejak tahun 2000 badan konservasi internasional IUCN menerbitkan daftar 25 jenis primata yang paling terancam punah di dunia. Dari 25 jenis primata tersebut, 4 diantaranya adalah primata asal Indonesia yaitu Orangutan Sumatera Pongo abelii, Tarsius Siau Tarsius tumpara, Kukang Jawa Nycticebus javanicus dan Simakubo Simias cocolor.
Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) sebagai kawasan pelestarian alam-KPA, mempunyai fungsi sebagai habitat alami dari berbagai satwa liar termasuk primata. Berdasarkan Statistik Balai TNGMb 2023, tercatat ada sekitar 136 jenis fauna (mamalia, burung dan primata) dengan primata ada 3 jenis yaitu : Monyet-ekor panjang Macaca fascicularis, Rekrekan / Lutung abu Presbytis fredericae dan Lutung hitam Trachypithecus auratus. Monitoring populasi dan habitat primata di TNGMb dilakukan oleh petugas PEH TNGMb secara periodik, pada bulan Oktober 2012 dilakukan pendataan awal (baseline) populasi dengan hasil : 67 ekor Monyet-ekor panjang, 6 ekor Lutung budeng dan 15 ekor Rekrekan. Lokasi survei berada di jalur Cuntel (blok Menara), jalur Selo (blok Pandean) dan jalur Ampel (blok Tulangan-Ngagrong).
Rekrekan/Lutung abu Presbytis fredericae Sody, 1930
Merupakan salah satu primata endemik Pulau Jawa yang keberadaannya kian terancam. IUCN Red List 2011 menyatakan Presbytis fredericae termasuk kategori endangered C2a(i) (Nijman dan Richardson, 2008). Satwa ini juga dikategorikan dalam highly threatened dalam The World’s 25 Most Endangered Primates 2012–2014 (Mittermeier dkk., 2012). Ancaman utama keberadaan satwa ini adalah kerusakan habitat (Nijman & Richardson, 2008). Diperkirakan habitat Surili Jawa di Pulau Jawa telah menyusut sekitar 96% dari semula 43.274 km2, kini tinggal 1.608 km2 (Supriatna dan Wahyono, 2000). Populasi Rekrekan Presbytis fredericae yang tersisa saat ini menempati fragmen-fragmen hutan pegunungan yakni di Gunung Slamet, Pegunungan Dieng (Petungkriyono), Gunung Sindoro – Sumbing, Gunung Merbabu serta Gunung Lawu (Haryoso, 2011; Nijman, 1997b; Setiawan dkk., 2010; Supriatna dan Wahyono, 2000).
Primata di TNGMb: Monyet-ekor panjang – Rekrekan – Lutung budeng
Hasil survei tahun 2013 (khusus Rekrekan) diketahui lokasi keberadaan (menetap) di dua lokasi utama (blok) yaitu : blok Pandean (sisi selatan Gunung Merbabu) pada ketinggian tempat 2.500 mdpl dan blok Sikendil (sisi barat) di 2.700 mdpl. Rekrekan dijumpai 6 ekor di blok Pandean dan 10 ekor di blok Sikendil. Data penelitian Saeful, 2015 dijumpai 15 ekor Rekrekan yang tersebar di 3 lokasi penelitian yaitu blok Cilik 6 ekor, blok Pandean 5 ekor dan blok Tulangan 4 ekor. Hasil monitoring Rekrekan oleh Balai TNGMb di tahun berikutnya mengalami fluktuasi jumlah perjumpaan, seperti informasi tabel berikut.
Tahun | Nama Kegiatan | Lokasi / Blok | Perjumpaan (ekor) | Jumlah (ekor) |
2013 | Survei Rekrekan TNGMb | Blok Pandean | 5 | 15 |
Blok Sikendil | 10 | |||
2014 | Identifikasi Habitat Rekrekan TNGMb | Blok Pandean | 6 | 13 |
Blok Sikendil | 7 | |||
2015 | Penelitian Saeful, UNS | Blok Pandean | 5 | 15 |
Blok Cilik | 6 | |||
Blok Tulangan | 4 | |||
2016 | Monitoring Rekrekan TNGMb | Blok Pandean | 5 | 17 |
Blok Nglorok | 12 | |||
2017 | Monitoring Rekrekan TNGMb | Blok Pandean | 6 | 17 |
Blok Nglorok | 11 | |||
2018 | Monitoring Rekrekan TNGMb | Blok Pandean | 22 | 24 |
Blok Sikendil | 2 | |||
2019 | Monitoring Rekrekan TNGMb | Blok Pandean | 16 | 27 |
Blok Sikendil | 11 | |||
2020 | Monitoring Rekrekan TNGMb | Blok Pandean | 17 | 28 |
Blok Sikendil | 11 | |||
2021 | Monitoring Rekrekan TNGMb | Blok Pandean | 24 | 30 |
Blok Sikendil | 6 | |||
2022 | Monitoring Rekrekan TNGMb | Blok Pandean | 19 | 31 |
Blok Sikendil | 12 | |||
2023 | Monitoring Rekrekan TNGMb | Blok Pandean | 19 | 36 |
Blok Sikendil | 17 |
Perjumpaan Rekrekan tahun 2023 di blok Pandean sebanyak 19 ekor dan blok Sikendil 17 ekor. Capaian peningkatan jumlah populasi Rekrekan sampai tahun 2023 ini meningkat sebesar 13,88 % dari tahun 2022. Total peningkatan perjumpaan Rekrekan sebanyak 20 ekor (57,14%) dari baseline data tahun 2013 (15 ekor). Data perjumpaan Rekrekan selain melalui kegiatan monitoring juga ditemukan pada kegiatan lainya seperti patroli kawasan, monitoring elang jawa, dan pemantauan mandiri oleh petugas resort TNGMb, serta pemasangan camera trap juga dijumpai Rekrekan di lereng timur Gunung Merbabu.
Individu Rekrekan di Blok Pandean dan Blok Sikendil Tahun 2023
Masa depan Rekrekan
Kondisi habitat primata TNGMb terdiri dari vegetasi akasia Acacia decurens, kesowo Engelhardia serrata, pasang Quercus spicata, dadap Erythrina sp., wilodo Ficus fistulosa dan kina Chinchona sp.,. Jenis pakan Rekrekan di TNGMb (Inventarisasi pakan, 2015) sebanyak 9 jenis meliputi kemlandingan gunung Albizia lophanta, akasia, kesowo, dempul Glochidion sp, pasang, puspa Schima wallichii, pampung Uranthe javanica, wilodo, dan krembi Hibiscus macrophyllus.
Kemlandingan gunung merupakan pakan favorit bagi Rekrekan, mereka memanfaatkan daun muda sebagai pakan sehingga disebut satwa pemakan daun/foliovora. Dipilihnya daun yang masih muda sebagai pakan diduga karena daun muda cenderung memiliki protein yang cukup tinggi, lignin dan tanin yang rendah, serta lebih mudah dicerna. Komposisi pakan surili terdiri dari daun muda atau kuncup daun (64%), buah dan biji (14%), bunga (7%), dan sisanya (15%) berbagai jenis makanan lain seperti serangga.
Habitat Rekrekan berada pada ketinggian 1.800 s/d 2.700 mdpl yang termasuk pada katagori tipe ekosistem hutan pegunungan atas (1.500 s/d 2.400 mdpl). Berdasarkan revisi Zonasi TNGMb Tahun 2020 mereka berada di zona inti, zona rehabilitasi dan zona rimba, sebagai kawasan perlindungan satwa endemik.
Kondisi Tutupan Vegetasi Blok Sikendil Lereng Barat Gunung Merbabu
Harapan kedepan untuk melestarikan dan meningkatkan populasi primata, khususnya Rekrekan di kawasan TNGMb antara lain:
- Melakukan pengkayaan habitat maupun management habitat sehingga diperoleh kondisi habitat yang sesuai bagi primata untuk berkembang biak dan bertahan hidup,
- Melakukan penelitian melengkapi data populasi (struktur dan sebaran) primata secara menyeluruh di kawasan TNGMb bersama perguruan tinggi dan lembaga riset.
- Mengkaji dan membangun sarana Stasiun Riset Primata di kawasan TNGMb dengan tujuan: monitoring populasi, melakukan riset akademis, adanya model (blok atau demplot primata), dan dapat menjadi sentra peneliti lokal maupun internasional.
- Mengajak partisipasi parapihak dalam melestarikan satwa Rekrekan dengan memasukan kebijakan atau peraturan setiap daerah kabupaten dalam agenda bersama mencegah perburuan satwa dan ancaman kepunahan lainnya.
Referensi:
Balai TNGMb. 2012. Laporan Kegiatan Survei Primata TN Gunung Merbabu. Boyolali.
Balai TNGMb. 2023. Laporan Kinerja TN Gunung Merbabu Tahun 2023. Boyolali.
Balai TNGMb. 2023. Statistik Balai Taman Nasional Gunung Merbabu 2023. Boyolali.
Hidayat, Saeful. 2015. Pengelolaan Taman Nasional Gunung Merbabu sebagai Upaya Konservasi Rekrekan Presbytis fredericae. Pascasarjana UNS. Surakarta.
Istiqomah, Dinda Rahayu. 2015. Karakteristik Habitat, Populasi dan Penyebaran Rek-rekan (Presbytis fredericae) di Resort Semuncar TN Gunung Merbabu. Skripsi. IPB Bogor.
Supriatna, Jatna dan EHW. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
oleh: Jarot Wahyudi, S.Hut, M.URP
PEH Ahli Muda – KSDAE Kemenhut
No Responses