“Tak hanya pepohonan yang hidup di hutan Jawa, tapi juga masa depan kita.” Begitulah pesan yang tersirat dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Lanskap Kawasan Merapi-Merbabu-Menoreh sebagai Pilar Konservasi Ekosistem Hutan Jawa yang digelar di ruang auditorium Balai Taman Nasional Gunung Merbabu, Kabupaten Boyolali, pada 12 November 2024.
Dibuka oleh Direktur Bina Pengelolaan dan Pemulihan Ekosistem Ditjen KSDAE, Suharyono, S.H., M.H., acara ini dihadiri para ahli kehutanan, akademisi, serta pegiat lingkungan dari berbagai lembaga. Mereka datang untuk bertukar pikiran dan merancang strategi pengelolaan hutan yang lebih holistik. Dalam sambutannya, Suharyono mengungkapkan rasa bangganya terhadap langkah-langkah konservasi yang kini semakin “humanis dan terarah.”
Lanskap Merapi-Merbabu-Menoreh memang memegang peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem Jawa. Sebagai kawasan pegunungan yang saling terhubung, lanskap ini membentuk koridor ekologis yang menopang keanekaragaman hayati, melindungi spesies endemik yang rentan, serta berfungsi sebagai penyerap karbon dan penyangga iklim. Bukan hanya habitat flora dan fauna, tetapi kawasan ini juga menjadi sumber air bagi beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) utama, seperti DAS Opak-Oyo, Serang, Progo, dan Bengawan Solo, yang sangat penting bagi masyarakat.
Namun, ancaman seperti deforestasi, alih fungsi lahan, perburuan liar, hingga urbanisasi terus membayangi. Tekanan terhadap kawasan hutan ini kian tinggi, baik dari kebutuhan lahan untuk pertanian dan permukiman maupun ancaman ilegal seperti penebangan dan perdagangan satwa. Fenomena ini memengaruhi tidak hanya kelestarian ekosistem, tetapi juga ekonomi masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam hutan.
Para narasumber, seperti Prof. Ibnu Maryanto dari BRIN, Haryadi Himawan dari BERSAHAJA, Arif Setiawan dari Swara Owa, dan Nela Resta Felayanti dari Yayasan SINTAS Indonesia, bersama moderator Fajar Suryo Utomo, memberikan pandangan serta solusi untuk menjaga dan mengelola lanskap hutan ini. Mereka sepakat bahwa pendekatan konservasi berkelanjutan harus melibatkan semua pihak, baik pemerintah, akademisi, komunitas, hingga masyarakat umum.
Melalui acara ini, harapan muncul untuk menjadikan kawasan Merapi-Merbabu-Menoreh sebagai model pelestarian hutan di Jawa, yang bukan hanya menjadi “paru-paru” pulau Jawa, tetapi juga sumber kesejahteraan bagi masyarakat sekitar.
sumber : BTNGMb
No Responses